Rabu, 30 Mei 2012

Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah berlangsung selama tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola, gerakan dan pemikiran keagamaan seiring dengan perubahan sejarah bangsa. Keragaman demikian juga dapat melahirkan berbagai bentuk studi mengenai Islam di negeri ini yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Islam dilihat dari perkembangan sosial umpamanya, hampir dalam setiap periode terdapat model-model gerakan umat Islam. Sebagaimana terjadi pada zaman atau periode modern dan kontemporer yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Perkembangan wacana intelektual Islam kontemporer di Indonesia disebabkan oleh semakin meluasnya cakupan dari pengertian intelektual Islam, terutama setelah masa modernisme yang dipercaya dengan berbagai wacana tentang mondernitas dan reformasi. Perkembangan wacana ini, dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi keberhasilan atau lambatnya proses Islamisasi di Indonesia. Dalam hal ini proses Islamisasi lebih kepada bagaimana Islam terus berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik.
Rumusan Masalah 

Fenomena Intelektual Muda NU dan Muhammadiyah



Pada satu dekade terakhir dapat ditengarai sebuah kebangkitan intelektual di kalangan anak-anak muda Islam yang berpayung pada organisasi beraliran tradisional, dan disusul oleh anak-anak muda dari kalangan Islam modernis. Arah angin di kemudian hari kedua organasasi Islam ini perlahan terciptanya tipis batasan antara istilah tradisional dan modern. Lantas, apa yang akan terjadi?

***

Fenomena Intelektual Muda NU dan Muhammadiyah
Oleh Rizqon Khamami


Duta Masyarakat,
Pada satu dekade terakhir dapat ditengarai sebuah kebangkitan intelektual di kalangan anak-anak muda Islam yang berpayung pada organisasi beraliran tradisional, dan disusul oleh anak-anak muda dari kalangan Islam modernis. Arah angin di kemudian hari kedua organasasi Islam ini perlahan terciptanya tipis batasan antara istilah tradisional dan modern.

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam ) dari sayap tradisional, berangkat dari warisan tradisi kaya yang dimilikinya dipergunakan sebagai alat membaca dunia kekinian. Kemodernan telah dipadu secara apik dengan warisan-warisan tradisi keilmuan yang ada, melahirkan sintesis wacana keislaman yang segar. Fenomena ini berbarengan dengan meruaknya kegairahan beragama di Indonesia. Namun sebagian orang masih ragu-ragu untuk menapak dalam hidup modern dengan membawa Islam, yang selama ini mengesankan bahwa Islam tak seiring dengan pilihan hidup modern, mengajak kembali ke abad pertengahan sebagaimana Nabi Muhammad hidup. Kelompok muda dari kalangan tradisional memunculkan beragam wacana yang bisa menjawab kegamangan tersebut.\



DILEMA GERAKAN PEMURNIAN ISLAM

 Mutohharun Jinan
Pusat Studi Budaya Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Kartasura, Surakarta 57102


Abstrak

Secara artifisial, gerakan pemurnian Islam berupaya melakukan pencarian terhadap kemurnian ajaran Islam. Terdapat dua tema pokok yang tampak dalam gerakan purifikasi itu: Pertama, sumber ajaran Islam (Al-Qur'an dan Sunnah) menjadi obyek garapan yang sangat penting untuk dikembalikan sebagai rujukan utama dalam kehidupan beragama. Ini berarti bahwa kehidupan beragama semakin dekat menuju ke arah “established Islam” dari pada “popular Islam”. Kedua, semangat kebebasan individual untuk memanfaatkan akal pikiran dengan segala konsekuensinya menjadi semakin tinggi. Hal ini mutlak diperlukan bagi usaha dinamisasi ajaran Islam. Dalam perkembangannya purifikasi ini tidak hanya ditujukan untuk menghilangkan tahayul, bid 'ah, dan khurafat. Upaya purifikasi dalam perkembangan Islam kontemporer terkait dengan berbagai wacana global, seperti terorisme, moderatisme, islamic local knowledge, dan gerakan fundamentalisme-radikal.

Kata kunci: Dilema, Pemurnian Islam, Doktrinal, Sosiologis, Kontemporer.

Pendahuluan
Kolonialisme Barat terhadap dunia Islam yang berkepanjangan menyebabkan kehidupan kaum Muslim di permukaan bumi tercabik-cabik. Kehidupan mereka terhiasi formalisme keberagamaan, kehidupan mistik yang tidak sehat, tahayul menggantikan sikap orisinal Islam yang kreatif, lenyapnya daya kritis dan keimanan terdesak menjadi ortodoksi yang sempit.
Situasi demikian meniscayakan umat Islam untuk mencari “sesuatu” sebagai tempat menggantungkan harapan untuk mendapatkan rasa aman. Sebagian besar umat memilih untuk mengingat kembali masa lalu Islam yang gemilang. Masa kesempuranaan Islam yang telah menyejarah, yakni pada masa Rasulullah dan para sahabat, zaman di mana Islam masih berada dalam wilayah yang masih terbatas. Islam dalam ruang dan waktu demikian didefinisikan sebagai ideal, murni atau autentik. Islam autentik (al-ashalah) telah lama hilang dari masyarakat muslim, baik disebabkan kelalaian maupun oleh karena “sengaja dicuri” orang lain (Issa J. Boulatta, 2000: 19-20). Oleh karena itu, umat Islam memandang perlu mencari autentisitas Islam supaya umat Islam mendapatkan kembali keemasannya.
Di Indonesia gerakan-gerakan Islam puritan sering kali dinisbahkan pada gerakan Paderi di Sumatra pada awal abad ke-19 dan kemudian diikuti oleh trio pembaharu pada awal abad ke-20, yaitu Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam. Perbedaan penampilan dan sasaran garapan ketiga gerakan itu, tidak menghalangi kita untuk menarik suatu benang merah yang menjadi ciri utama dari gerakan-gerakan purifikasi. Benang merah itu ialah perlawanannya terhadap tradisi dan kepercayaan masyarakat yang koruptif dan menyimpang, serta seruannya untuk kembali kepada ajaran yang murni (Syafiq A. Mughni, 2001: 5).
Para puritan menampilkan tema-tema yang menjadi acuan gerakan purifikasi. Di antara tema-tema itu ialah: pertama, bahwa korupsi keagamaan (bid'ah) telah melanda umat sehingga agama yang mereka anut bukan merupakan Islam yang benar dan murni; kedua, korupsi itu mungkin terjadi akibat penyalahgunaan kekuasaan tokoh-tokoh agama atau akibat pengaruh-pengaruh non-Islam yang secara tidak sengaja mempengaruhi pikiran umat Islam; ketiga, sebagai jalan keluar dari keadaan itu, Islam harus dibersihkan dari semua korupsi itu dengan jalan “kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah”; keempat, tipe ideal dari masyarakat yang dijadikan sebagai rujukan beragama secara murni ialah generasi salaf, yaitu mereka yang hidup pada abad-abad pertama Islam. Jadi generasi salaf itu dipandang sebagai umat terbaik sepanjang sejarah.
Makalah ini akan melihat bagaimana gerakan purifikasi dalam sejarah pemikiran Islam dan dampak yang ditimbulkan dari pencarian otentisitas itu. Untuk mencapai tujuan itu, terlebih dahulu dijelaskan akar-akar doktrinal dan sosiologis yang mendasari pencarian kemurnian Islam. Selanjutnya melihat dinamika gerakan purifikasi di Indonesia.

Jumat, 18 Mei 2012

Rabi’ah al-Adawiyah


A.    Riwayat Hidup Rabi’ah al-Adawiyah 

Nama lengkapnya Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah, seorang pemuka sufi abad kedua hijriyah. Ia lahir di Basrah tahun 95 H./713-714 M., pendapat lain mengatakan tahun 99 H./717 M.[1] Dia adalah anak keempat, karenanya diberi nama Rabi’ah yang artinya anak keempat, dari suatu keluarga miskin.[2] Kedua orang tuanya telah meninggal ketika ia masih kecil. Namun hal tersebut tidak membuatnya kehilangan pedoman. Demikian berat cobaan yang dihadapi ia tetap menerimanya dengan sabar dan penuh tawakkal kepada Allah swt.
Pada usia menjelang dewasa, ia pergi dan berpisah dari saudara-saudaranya, namun di tengah perjalanan yang tidak tentu arah, ia ditangkap oleh seorang penjahat lalu menjualnya kepada seseorang dengan harga enam dirham. Sejak saat itu ia menjalani hidupnya sebagai seorang budak.[3] Di siang hari ia harus bekerja berat melayani tuannya dan pada malam hari ia beribadah kepada Allah swt.
Pada suatu malam terjadi suatu peristiwa aneh yang merubah jalan hidupnya; tuannya terjaga dari tidurnya dan melalui jendela melihat Rabi’ah sedang beribadah dan sujud, di atas kepalanya nampak cahaya yang menerangi seluruh rumahnya, dalam ibadahnya Rabi’ah berdoa: “Ya Allah Engkau tahu bahwa hasrat hatiku adalah untuk dapat memenuhi perintah-Mu. Jika Engkau dapat mengubah nasibku ini, niscaya aku tidak akan beristirahat sekejappun dari mengabdi kepada-Mu”. Melihat kejadian tersebut, sang tuan merasa takut dan tidak dapat memejamkan matanya hingga menjelang fajar. Pada pagi harinya, ia memanggil Rabi’ah dan memerdeka-kannya.[4] Sejak saat itu ia menghirup udara kemerdekaannya sebagai manusia.

Selasa, 15 Mei 2012

Al khawarizmi


Al Khawarizmi "Kumpulan Ilmu Islam"


Dunia Islam benar-benar sebuah peradaban yang lengkap jika kita mau mempelajarinya. Dari obat-obatan sampai matematika ada di dalamnya, begitu juga para ahlinya. Jika dalam edisi kemarin eL-Ka menampilkan tokoh Islam klasik yang ahli di banyak bidang terutama kedokteran, kali ini giliran tokoh matematika yang akan memperkenalkan diri.

Di antara kita, banyak sekali yang mengenal dan mungkin pernah belajar satu teori matematika yang bernama Algoritma. Sebuah teori yang mempermudah manusia menghitung dalam jumlah besar dengan menggunakan sistem decimal. Jika kita pernah mempelajari, ada satu pertanyaan menarik, pernahkah kita tahu siapa yang pertama kali menemukan dan memperkenalkan rumus Algoritma? Tak lain dan tak bukan adalah orang-orang Islam.

Adalah Abu AbdullahMuhammad Ibn Musa Al Khawarizmi, seorang intelektual Islam yang lahir pada tahun 770 Masehi, di sebuah kota bernama Khawarizmi. Tak ada data yang pasti tentang tanggal dan kapan tepatnya Al Khawarizmi dilahirkan. Khawarizmi adalah sebuah kota kecil sederhana di pinggiran sungai Oxus, tepatnya di bagian selatan sungai itu. Sungai Oxus adalah satu sungai yang mengalir panjang dan membelah negara Uzbekistan.